HUKUM MEMAKAI KAIN SUTERA
(Tinjauan Hukum dari Kitab Bulughul Maram Bab al-Libaas)
Oleh: Oman Fathurrohman
بسم الله الرّحمن الرّحيم
1.
Pendahuluan
Sudah
diketahui luas bahwa kain sutera adalah produk tekstil mewah yang tidak sembarang
orang mampu memilikinya. Kain sutera sangat masyur dengan kelembutannya di atas
kulit manusia dan kenyamanannya ketika dipakai. Namun ada beberapa pendapat
yang melarang umat muslim untuk menggunakan kain sutera, ada yang menghalalkan,
dan ada pula yang memakruhkannya. Hal inilah yang menjadi pertanyaan sebahagian
besar masyarakat muslim bahkan masyarakat non-muslim tentang hukum memakai kain
sutera tersebut.
Maka
dari itu dalam makalah ini pemakalah berusaha mengangkat kembali tema tentang hukum
memakai kain sutera beserta dalil-dalil yang melatar belakangi hukum tersebut
ditinjau dari salah satu kitab klasik karya Ibnu Hajar al-Asqolani yakni Bulughul
Maram.
2.
Pembahasan
2.1 Cara
berpakaian menurut Islam
Salah satu perbedaan sistem Islam dengan sistem
Kapitalis adalah bahwa sistem Kapitalis memandang persoalan sosial dan rumah
tangga dianggap sebagai masalah ekonomi, sedangkan sistem Islam masalah-masalah
di atas dibahas tersendiri dalam hukum-hukum seputar interaksi pria-wanita (nizhâm
al-ijtima’iyyah). Misalnya dalam sistem kapitalisme tidak ada
istilah zina jika laki-laki dan perempuan melakukan hubungan suami isteri tanpa
ikatan pernikahan asal dilakukan suka-sama suka atau saling menguntungkan. Sebaliknya
disebut pelecehan seksual dan pelakunya dapat diajukan ke pengadilan jika
seorang suami memaksa dilayani oleh seorang isteri sementara isterinya menolak.
Karena itu dalam persoalan pakaian antara
penganut sistem Kapitalis dan sistem Islam jelas perbeda. Dalam sistem
kapitalis pakaian dianggap sebagai salah satu ungkapan kepribadian, sebagai
unsur penarik lawan jenis karena itu memiliki nilai ekonomis. Bentuk tubuh
seseorang (apalagi wanita) sangat berpengaruh terhadap makna kebahagiaan dan
masa depan.
Adapun Islam menganggap bahwa pakaian yang
digunakan memiliki karakteristik yang sangat jauh dari tujuan ekonomis apalagi
yang mengarah pada pelecehan penciptaan makhluk Allah. Karena itu di dalam
Islam:
a. Pakaian
dikenakan oleh seorang muslim maupun muslimah sebagai ungkapan ketaatan dan
ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian bagi seorang muslim memiliki
nilai ibadah. Karena itu pula dalam berpakaian muslim ataupun muslimah
mengikuti aturan yang ditetapkan Allah.
b. Kepribadian
seseorang ditentukan semata-mata oleh aqliyahnya (bagaimana dia menjadikan
ide-ide tertentu untuk pandangan hidupnya) dan nafsiyahnya (dengan tolok ukur
apa dan seberapa banyak dia berbuat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan melampiaskan
nalurinya).
c. Setiap
manusia memiliki kedudukan yang sama, yang membedakan adalah takwanya.
Melalui cara berpakaian yang Islami,
sesungguhnya Allah juga berkehendak memuliakan manusia sebagai makhluk yang
memang telah Allah ciptakan sebagai makhluk yang mulia. Sebaliknya dengan tidak
mengikuti cara berpakaian sesuai yang dikehendaki Allah, menyebabkan kedudukan
manusia jatuh.
Walhasil seorang muslim dan muslimah wajib
mengetahui aturan berpakaian agar dalam berpakaian dan berpenampilan ia akan
mendapatkan ridha Allah, bukan sebaliknya mendapatkan murka Allah.
2.2 Hukum Memakai Sutera
a.
Dalil
yang mengharamkan umat muslim memakai sutera
Jumhur fuqaha'
berpendapat bahwa hukum memakai sutera adalah haram. Dalil-dalil yang
melarangnya ada banyak, diantaranya adalah:
وَعَنْ حُذَيْفَةَ رضي الله عنه
قَالَ: ( نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ
اَلذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ, وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا, وَعَنْ لُبْسِ اَلْحَرِيرِ
وَالدِّيبَاجِ, وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Artinya: Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kami minum dan makan dalam tempat
terbuat dari emas dan perak, memakai pakaian dari sutera tipis dan tebal, serta
duduk di atasnya. (HR Bukhari) (Bulughul Maram [415])
Lalu ada juga riwayat yang
menjelaskan bahwa Rasulullah SAW juga melarang kita memakai sutera dan pakaian
yang dicelup kuning.
وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه ( أَنَّ
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ لُبْسِ الْقَسِيِّ وَالْمُعَصْفَرِ
) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya: Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai pakaian yang ada suteranya dan
yang dicelup kuning. (HR Muslim). (Bulughul Maram [421])
Kemudian Nabi SAW
menjelaskan kembali bahwa sesungguhnya sutera itu hanya diharamkan bagi
laki-laki saja dan dihalalkan bagi para wanita.
وَعَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أُحِلَّ اَلذَّهَبُ
وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي, وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهِمْ ) رَوَاهُ
أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
Artinya: Dari Abu Musa Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Emas dan sutera itu dihalalkan
bagi kaum wanita umatku dan diharamkan bagi kaum prianya." (Riwayat
Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi) (Bulughul Maram
[419])
b.
Memakai
sutera yang sedikit
Dalam hal ini
kita membawa dalil hadis yang berbunyi:
وَعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: (
نَهَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ لُبْسِ اَلْحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ
إِصْبَعَيْنِ, أَوْ ثَلَاثٍ, أَوْ أَرْبَعٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ,
وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Artinya: Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai sutera kecuali sebesar dua,
tiga, atau empat jari. (Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim).
(Bulughul Maram [416])
Dalam tinjauan
hadits tersebut menjelaskan bahwa memakai sutera dalam jumlah sedikit (sehelai
atau dua helai saja) berarti boleh. Namun dalam kitab Nahjul Balaghah (Imam
Ali), sedikit sutera untuk lelaki adalah diharuskan karena kemungkinan pakaian
itu memerlukan sedikit sutera. Sayyid Sabiq juga dalam Fiqih Sunnah berpendapat
bahwa memakai sedikit sutera bagi lelaki adalah harus.
Hukum haram sutera
ialah bila kita memakai keseluruhan pakaian itu daripada sutera, tapi jika
hanya sedikit saja yang dibuat dari sutera, maka itu adalah harus.
Sebab ia hanyalah sebahagian kecil daripada pakaian keseluruhan kita yang
tersiri daripada baju, singlet dan seluar serta kot.
c.
Kelonggaran
untuk memakai sutera
Dari
pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa sutera hanya dihalalkan bagi wanita dan
diharamkan bagi pria. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim Rasulullah telah
memberi kelonggaran kepada Abdul Rahman bin Auf dan Zubair bin Awwam memakai
sutera kerana penyakit gatal yang menimpa mereka:
وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَخَّصَ لِعَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ,
وَالزُّبَيْرِ فِي قَمِيصِ اَلْحَرِيرِ, فِي سَفَرٍ, مِنْ حَكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam memberi keringanan kepada Abdurrahman bin Auf dan Zubair
untuk memakai pakaian sutera dalam suatu bepergian karena penyakit gatal yang
menimpa mereka. (Muttafaq Alaihi). (Bulughul Maram [417])
Berdasarkan
hadits ini, maka boleh memakai sutera kalau terkena
penyakit gatal-gatal. Bahkan para ulama mengatakan harus memakai sutera jika terkena
penyakit-penyakit lainnya juga untuk tujuan keselesaan ataupun rawatan. Juga dalam
keadaan darurat seperti ketiadaan pakaian lain, kekurangan baju ketika cuaca sangat
dingin.
Ada
juga segelintir fuqaha’ berpendapat tidak haram kalau lelaki sengaja memakai
sutera. Mereka berhujahkan riwayat dalam Sunan Abi Daud mengatakan bahawa ada
20 orang sahabat yang memakai sutera, antaranya Anas dan al Barra’. Berdasarkan
riwayat ini juga Imam asy-Syaukani dalam Nailu al-Authar menghukumkan makruh saja
kepada lelaki yang memakai sutera. Namun ada beberapa masalah yang perlu kita
fikirkan.:
1. yang
mengatakan harus atau makruh itu hanyalah segelintir ulama sedangkan yang
rata-rata ulama menghukum haram.
2. kita tidak
pasti apakah para sahabat itu memakai sutera sebelum atau selepas
pengharamannya
3. tidak mustahil ada sahabat yang tidak sampai kepadanya hadith pengharaman sutera
Oleh itu sebagai langkah terbaik, hendaklah kita tidak dengan sengaja memakai sutera.
3. tidak mustahil ada sahabat yang tidak sampai kepadanya hadith pengharaman sutera
Oleh itu sebagai langkah terbaik, hendaklah kita tidak dengan sengaja memakai sutera.
3. Kesimpulan
Pada
dasarnya hukum memakai sutera adalah haram bagi laki-laki dan halal bagi
perempuan karena sutera dan emas adalah perhiasan khusus bagi wanita. Namun kalau sedikit campuran (suteranya hanya
sebagai pelengkap) sutera boleh dipakai oleh laki-laki. Haramnya sutera tidak
sepenuhnya diharamkan sebagaimana diharamkannya memakan daging babi. Karena ada
hujjah-hujjah tertentu yang membolehkan pemakaiannnya misalnya terserang
penyakit yang mengharuskan memakai sutera untuk mengobatinya dan memperingan
sakitnya, dalam jumlah yang sedikit, juga dalam keadaan darurat seperti
ketiadaan pakaian lain, kekurangan baju ketika cuaca sangat dingin, dan lain
sebagainya.
.
DAFTAR PUSTAKA
Ø al-‘Asqolani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram Min adillati al-ahkam.
Asia: Syirkah an-Nur, 1352 H
Ø Al-Albani, Imam Muhammad Nashiruddin. Ringkasan
Shahih Bukhori, Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. 3, 2007.
Ø Al-Albani, Imam Muhammad Nashiruddin. Ringkasan
Shahih Muslim, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1, 2005
Ø Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1986
Ø Rasyid, H. Sulaiman. Fiqih Islam, Bandung:
Sinar Baru Algensindo, Cet. 40, 2007
0 komentar:
Posting Komentar